Isitilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan.
Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karier (career).
Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam
landasan individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih
menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan
pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan
penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya
dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga
nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya
mulai turut dipertimbangkan.
Bimbingan karier
tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang
muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier
didalamnya terkandung makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian
kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hattari (1983)
menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier mengandung konsep yang lebih
luas. Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan yang menentukan
pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan karier menitikberatkan pada
perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya
dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas
tentang pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya
dalam masyarakat.
Perubahan istilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance)
ke bimbingan karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas
konselor dalam memberikan layanan bimbingan terhadap para siswanya.
Peran dan tugas konselor tidak hanya sekedar membimbing siswa dalam
menentukan pilihan-pilihan kariernya, tetapi dituntut pula untuk
membimbing siswa agar dapat memahami diri dan lingkungannya dalam rangka
perencanaan karier dan penetapan karier pada kehidupan masa mendatang.
Dalam perkembangannya, sejalan dengan kemajuan dalam bidang teknologi
informasi dewasa ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang
bimbingan yang telah berhasil mempelopori pemanfaatan teknologi
informasi, dalam bentuk cyber counseling.
Sementara itu, dalam perspektif
pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah mulai dirasakan
bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia
pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa
di SMA pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan
diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa
mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994,
bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan
dan konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai
salah bidang bimbingan.
Sampai dengan sekarang bimbingan karier
tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan. Dalam konsteks
Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya Pendidikan
Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum sekolah,
maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya
dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).
Terkait dengan penjabaran kompetensi dan
materi layanan bimbingan dan konseling di SMTA, bidang bimbingan karier
diarahkan untuk :
- Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan.
- Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak dikembangkan pada khususnya.
- Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
- Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
- Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan. (Muslihudin, dkk, 2004)
Sumber :
Bahrul Falah. 1987. Konstribusi Orientasi Nilai Pekerjaan dan Informasi Karier terhadap Kematangan Karier (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Hattari. 1983. Ke Arah Pengertian Bimbingan Karier dengan Pendekatan Developmental. Jakarta : BP3K.
Muslihudin, dkk. 2004. Bimbingan dan Konseling (Makalah). Bandung : LPMP Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar